Senin, 22 September 2014



BAB I
Nafsu, Kalbu, dan Akal
NAFSU
A.    PENGERTIN NAFSU
Pengertian nafsu terdapt beberapa definisi antara lain :
1.      Nafsu secara etimologi berasal dari bahasa arab “nafsun” berarti jiwa. Adapun nafsu secara terminologis ilmu tasawwuf akhlaq, nafsu adalah dorongan-dorongan alamiah manusia yang mendorong pemenuhan kebutuhan hidupnya.
2.      Dalam bahasa Melayu, 'nafsu' bermakna keinginan, kecenderungan atau dorongan hati yang kuat untuk melakukan hal yang tidak baik.
3.      Nafsu dalam kamus bahasa indonesia berarti keinginan manusia yang tersirat dalam akal pikirannya.
4.      Menurut M. Quraish Shihab, nafsu adalah dorongan yang menarik manusia ke bumi/ tarikan bumi. Manusia itu memiliki dua tarikan yang saling berlawanan, yaitu: tarikan langit dan tarikan bumi. Tarikan langit adalah tarikan malaikat dan tarikan bumi adalah tarikan binatang atau juga kerendahan. Tarikan langit dan tarikan bumi ini mengisyaratkan jika manusia menuruti tarikan langit maka ia telah menyucikan jiwanya. Sebaliknya, jika manusia menuruti tarikan bumi maka ia telah mengotori jiwanya. Dengan demikian, menurut M. Quraish Shihab, manusia dapat mencapai posisi lebih tinggi daripada malaikat dan juga dapat lebih rendah daripada binatang.
Sedangkan hawa nafsu juga terdapat beberapa definisi, yaitu:
1.       Hawa nafsu adalah sebuah kekuatan emosional yang langsung berkaitan dengan pemikiran atau fantasi tentang hasrat seseorang, biasanya berkenaan dengan seks.
2.      Hawa nafsu biasanya dikaitkan dengan dorongan hati yang kuat untuk melakukan perkara yang tidak baik. Adakalanya bermakna selera, jika dihubungkan dengan makanan. Nafsu syahwat pula berarti keberahian atau keinginan bersetubuh.
3.      Ada sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai "syaitan yang bersemayam di dalam diri manusia," yang bertugas untuk mengusung manusia kepada kefasikan atau pengingkaran. Mengikuti hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang.
4.      Hawa nafsu adalah sesuatu yang disenangi oleh jiwa kita yang cenderung negatif baik bersifat jasmani maupun nafsu yang bersifat maknawi. Nafsu yang bersifat jasmani yaitu sesuatu yang berkaitan dengan tubuh kita seperti makanan, minum, dan kebutuhan biologis lainnya, Nafsu yang bersifat maknawi yaitu, nafsu yang berkaitan dengan kebutuhan rohani seperti, nafsu ingin diperhatikan orang lain, ingin dianggap sebagai orang yang paling penting, paling pinter, paling berperan, paling hebat, nafsu ingin disanjung dan lain-lain.Hawa nafsu inilah yang mengakibatkan pengaruh buruk / negatif bagi manusia.
Dari pengertian di atas dapatlah kita menarik sebuah kesimpulan. Nafsu adalah bagian dari jiwa kita yang mendorong kita untuk melakukan sebuah tindakan baik  yang menyebabkan kita menjadi sukses maupun tindakan yang menyebabkan kita menjadi orang yang gagal. Setiap dari kita pasti sibuk melakukan sesuatu, sibuk belajar, sibuk bekerja, sibuk beternak ayam atau juga sibuk melamun. Semua kesibukan yang kita lakukan itu semua karena dorongan nafsu. Karena nafsulah kita melakukan sesuatu.
Sedangkan hawa nafsu  adalah dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersifat maknawi dan bernilai negatif seperti, keingingan untuk di perhatikan orang lain (riya’), menganggap dirinya paling gagah (sombong) yang semuanya itu bernilai negatif bagi kehidupan manusia.   
B.     MACAM-MACAM NAFSU
Nafsu juga terbagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1.      Nafsu yang tidak baik
Nafsu yang tidak baik yaitu :
a)      Nasfu Amarah
adalah nafsu yang selalu memerintahkan kepada syahwat dan kecenderungan. Kata ammarah merupakan bentuk kata hiperbola (mubalaghah), yang mengisyaratkan bahwa nafsu ini banyak sekali menyuruh. Ini merupakan gambaran dari keadaannya yang senantiasa tidak pernah merasa puas. Seorang laki-laki yang dikuasai oleh nafsu seksualnya, tidak akan merasa puas meskipun semua wanita yang ada di dunia ini diberikan kepadanya. Orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dia tidak akan merasa puas meskipun seluruh yang ada di muka bumi ini diperuntukkan baginya. Demikian juga orang yang menjadikan nafsu kecintaan kepada kedudukan sebagai tuhannya, dia tidak akan merasa puas meskipun dia telah menguasai seluruh muka bumi ini.
Yang dimaksud dengan nafsu ammarah ialah kecenderungan-kecenderungan insting, dan hawa nafsu.
Al-Quran Al-Karim telah berbicara tentang masalah ini, dan telah memberikan perumpaaan di dalam kisah Yusuf as.    
قَلَ رَبِّ السِّجْنُ اَحَبُّ اِ لَيَّ مِمَّا يَدْ عُوْنَنِيْ اِلَيْهِ وَاِلَّا تَصْرِفْ عَنِّيْ كَيْذَ هُنَّ اَصْبُ اِلَيْهِنَّ وَاَكُنْ مِّنَ الْجَاهِلِيْنَ (يوسوف:33)
 Yusuf as berkata, “Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung [memenuhi keinginan mereka] dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.” (QS. Yusuf : 33)
Dapat di artikan bahwa jika orang yang mempunyai nafsu amarah akan bersifat :
·          berbangga apabila membuat sesuatu kemungkaran.
·         mereka adalah dari golongan yang bermaksiat di mata dan di hatinya.
·         mereka adalah golongan ahli neraka.
·         Tidak akan merasa puas dengan apapun
Nafsu amarah tempatnya adalah “ash-shodru” artinya dada. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Al-Bukhlu artinya kikir atau pelit
2. Al-Hirsh artinya tamak atau rakus
3. Al-Hasad artinya hasud
4. Al-Jahl artinya bodoh
5. Al-Kibr artinya sombong
6. Asy-Syahwat artinya keinginan duniawi

b)      Nafsu Lawamah
Nafsu Lawwamah adalah nafsu yang selalu mengkritik diri sendiri atau mencela diri sendiri ketika terjadi suatu kejahatan, atau dosa ke atas dirinya.
Seperti firman allah berikut ini :
وَلَآاُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ (القيمة:02)
"Dan Aku (Allah) bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri           Lawwamah) .....(surat al-Qiyamah: 2)
  Nafsu ini lebih elok dan tinggi sedikit derajatnya dari nafsu ammarah karena tidak puas pada dirinya yang melakukan kejahatan lalu ia mencela dan memaki dirinya sendiri. Martabat nafsu Lawwamah ini terletak pada kebanyakan orang awam. Surga untuk orang martabat ini masih tidak aman kecuali dengan ampunan dan rahmat dari Allah SWT, karena dihati mereka masih melekat sisa-
sisa sifat kotor yang perlu dihakis habis sperti riak, ujub dll.
Dapat di artikan bahwa jika orang yang mempunyai nafsu lawwamah, seperti :
·         menyadari apabila melakukan suatu kemungkaran.
·         golongan ini beramal tetapi masih ada riya, hasut, dengki dan sebagainya.
·         nafsu mereka tetap dilakukan walau mereka tahu itu salah.
·         mereka adalah golongan ahli neraka.
Nafsu lawwamah tempatnya adalah “al-qolbu” artinya hati, tepatnya dua jari di bawah susu kiri. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Al-Laum artinya mencela
2. Al-Hawa artinya bersenang-senang
3. Al-Makr artinya menipu
4. Al-’Ujb artinya bangga diri
5. Al-Ghibah artinya mengumpat
6. Ar-Riya’ artinya pamer amal
7. Az-Zhulm artinya zalim
8. Al-Kidzb artinya dusta
9. Al-ghoflah artinya lupa

c)      Nafsu Marhamah
Nafsu mulhamah ini ialah nafsu yang sudah menerima latihan beberapa proses kesucian dari sifat-sifat hati yang tercemar melalui latihan sufi/ tariqat/ amalan guru lainnya yang mempunyai sanad dari Rasulullah s.a.w.Kesucian hatinya telah menyebabkan segala lintasan kotor atau khuatir-khuatir syaitan telah dapat dibuang dan diganti dengan ilham dari malaikat atau Allah.
Firman allah yang artinya :
"Demi nafsu (manusia) dan yang menjadikannya (Allah) lalu diilhamkan Allah kepadanya mana yang buruk dan mana yang baik, sesungguhnya dapat kemenanganlah orang yang menyucinya (nafsu) dan rugilah (celakalah) orang yang mengotorkannya(nafsu)

Makam nafsu ini juga dikenali dengan nafsu samiah. Pada pringkat ini amalan baiknya sudah mengatasi amalan kejahatannya. Sifat mazmumah telah diganti dengan mahmudah. Sikap beibadat telah tebal dan amalan guru terus diamalkan dengan lebih tekun lagi.
Pada penyesalan pada peringakat lawwamah tadi terus bersebati di dalam jiwa. Isyarat lawwamah sentiasa subur. Sesungguhnya taubat orang peringkat mulhamah ini adalah "taubatan nasuha" . Bukan shaj di mulut tetapi hakiki.
Dalam kehidupan sudah terbina satu skap yang baik,tabah menghadapi dugaan, bila terlintas sesuatu yang ke arah maksiat cuba-cuba memohon kepada perlindungan dari Allah.
·         adalah nafsu yang telah dapat membuang sifat tercela.
·         walaupun begitu, mereka masih mengkritik diri sendiri.
·         mereka adalah golongan ahli neraka.
Nafsu mulhamah tempatnya adalah “Ar-ruh” tepatnya dua jari di bawah susu kanan. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. As-Sakhowah artinya murah hati
2. Al-Qona’ah artinya merasa cukup
3. Al-Hilm artinya murah hati
4. At-Tawadhu’ artinya rendah hati
5. At-Taubat artinya taubat atau kembali kepada Alloh
6. As-Shobr artinya sabar
7. At-Tahammul artinya bertanggung jawab

2.      Nafsu yang baik
Kemudian nafsu-nafsu yang baik adalah :
1)      Nafsu Mutmainah
layak untuk memasuki syurga Allah SWT. Hakikat ini telah ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya:
يَاَ يَّيُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ(27)
اِرْجِعِيْ اِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّة(28)
فَادْخُلِيْ فِيْ عِبَادِيْ (29)
وَادْ خُلِيْ جَنَّتِيْ(30)

“Wahai orang yang bernafsu mutmainnah, pulanglah ke pangkuan Tuhanmu dalam keadaan redha meredhai oleh Nya dan masuklah ke dalam golongan hambaKu dan masuklah ke dalam syurgaKu” (Al-Fajr: 27- 30).

      Mereka yang berada di tahap ini akan merasi ketenangan dan kelapangan jiwa dan ia bukanlah satu ketenagan yang dibuat-buat. Ketenangan yang dilaluinya adalah terbit dari keimanan dan tauhidnya yang sejati. Malah bagi orang mutmainnah mereka tidak tahu atau tidak mengerti lagi apakah yang dikatakan kesenangan dan kesusahan, bagi mereka sama saja.

      Bagi mereka yang telah mencapai mutmainnah maka tertanamlah di jiwa mereka amat subur sekali sifat-sifat mahmudah yang terpuji dan hilanglah sifat-sifat mazmumah yang dikeji. Sesungguhnya perasaan dengki, angkuh, sombong, tamak haloba dan lain-lain sifat yang dicela oleh Allah SWT tidak lagi tumbuh dan menyerapi di jiwa mereka maupun di dalam kehidupan harian mereka. firman allah.
اَلَّذِيْنَ اِذَااَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةِ قَالُوْااِنَّالِلَّهِ وَاِنَّااِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ(البقرة:156)
“Orang-orang yang apabila ditimpa dengan suatu musibah mereka berkata (berpegang dengan sebenar-benarnya): Inna lillahi wainna ilaihi radji'un ” (Al-Baqarah: 156)

      Mereka yang berada di tahap nafsu mutmainnah tidak lagi mempunyai perasaan khuatir terhadap sesuatu yang menimpa mereka. Malahan mereka sentiasa berada di dalam kegembiraan walaupun ketika itu mereka didatangi sesuatu musibah.
·         adalah nafsu yang lemah lembut.
·         mereka mendapat ketenangan dan menghilangkan gelisah di jiwa.
·         mereka adalah orang yang sholeh.
·         golongan ini adalah dijamin surga.
Nafsu muthmainnah tempatnya adalah “As-Sirr” artinya rahasia, tepatnya dua jari dari samping susu kiri kea rah dada. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Al-Juud artinya dermawan
2. At-Tawakkul artinya berserah diri
3. Al-Ibadah artinya ibadah
4. Asy-Syukr artinya syukur atau berterima kasih
5. Ar-Ridho artinya rido
6. Al-Khosyah artinya takut akan melanggar larangan

2)      Nafsu Raudiah
Adalah jiwa yang ridho kepada Allah swt. Status kedudukan nafsu ini sangat baik dalam memperoleh setiap anugerah. Ia suka mensyukuri nikmat, tidak banyak menuntut (qana’ah), dan mudah menerima apa yang ada padanya.
·         adalah nafsu yang berusaha untuk melatih diri untuk mencintai Allah sepenuhnya..
·         mereka bergaul dengan orang banyak tetapi hatinya semata-mata hanya kepada Allah.
·         mereka bisa juga disebut sebagai Wali Allah.
Nafsu raudiyah tempatnya adalah “Sirr Assirr” artinya sangat rahasia, tepatnya dijantung yang berfungsi menggerakkan seluruh tubuh. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Al-Karom artinya
2. Az-Zuhd artinya zuhud atau meninggalkan keduniawian
3. Al-Ikhlas artinya ikhlas atau tanpa pamrih
4. Al-Waro’ artinya meninggalkan syubhat
5. Ar-Riyadhoh artinya latihan diri
6. Al-Wafa’ artinya tepat janji

3)      Nafsu Kamaliah
adalah tingkat yang terakhir dan yang tertinggi sekali. Tingkat ini jarang dicapai oleh jiwa-jiwa seperti kita. Tingkat ini biasanya dicapai oleh para Rasul, Nabi-Nabi, para Sahabat dan wali-wali besar sahaja. Golongan ini akan meningkat dari darjat fana(binasa) kepada baqa(kekal) dengan Allah Taala sentiasa. Di tahap ini seseorang itu tidak perlu bersusah payah dengan bermujahadah dan berusaha melawani desakan hawa nafsu dan syaitan, kerana sifat kesempurnaan telah mendarah daging dan bersebati dengannya.

Firman Allah:
(البقرة:53)......اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌبِالسُّوْءِ......
"......Sesungguhnya nafsu itu sangat mengajak kepada kejahatan....” (Yusuf: 53)

       Musuh kita yang paling jahat ialah nafsu kita yang berada di antara dua lambung kita. Kejahatan nafsu melebihi kejahatan syaitan atau iblis. Jadi permusuhan kita dengan nafsu kita sendiri melebihi permusuhan kita dengan syaitan. Namun, syaitan dapat menguasai diri kita melalui nafsu yang berada pada diri kita. Dengan kata lain, nafsu merupakan talibarut atau suruhan syaitan untuk menerangi kita.

·         adalah nafsu yang sempurna, nafsu yang hanya dimiliki oleh para Nabi dan Rasul.
Nafsu kamilah tempatnya adalah “Al-Akhfa” artinya sangat samar, tepatnya di tengah-tengah dada. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Ilmul-yaqiin
2. Ainul-yaqiin
3. Haqqul-yaqiin

4)      Nafsu Mardiah
Nafsu mardhiyah ialah jiwa yang diridai Allah SWT. Wujud dari keridaan ini dapat terlihat pada sikap keikhlasannya, selalu ziki, memperoleh kemuliaan (keramahan).
·         adalah nafsu yang terbaik dan yang paling dicintai Allah. Nafsu ini adalah nafsu yang paling di ridhai Allah. adalah nafsu yang terbaik dan yang paling dicintai Allah. Nafsu ini adalah nafsu yang paling di ridhai Allah. Keridhaan tersebut terlihat pada anugrah yang diberikan-Nya berupa senantiasa berdzikir, ikhlas, mempunyai karomah, dan memperoleh kemuliaan, sementara kemuliaan yang diberikan Allah SWT itu bersifat universal, artinya jika Allah memuliakannya, siapa pun tidak akan bisa menghinakannya, demikian pula sebaliknya orang yang dihinakan oleh Allah SWT, siapa pun tidak bisa memuliakannya.
Nafsu mardhiyah tempatnya adalah “Al-khofiy” artinya samar, tepatnya dua jari dari samping susu kanan ke tengah dada. Adapun pasukan-pasukannya sebagai berikut :
1. Husnul Khuluq artinya baik akhlak
2. Tarku maa siwalloh artinya meninggalkan selain Alloh
3. Al-Luthfu bil kholqi artinya lembut kepada makhluk
4. Hamluhum ‘ala sholah artinya mengurus makhluk pada kebaikan
5. Shofhu ‘an dzunubihim artinya mema’afkan kesalahan makhluk
6. Al-Mail ilaihim liikhrojihim min dzulumati thoba’ihim wa anfusihim ila anwari arwahihim artinya mencintai makhluk dan cenderung perhatian kepada mereka guna mengeluarkannya dari kegelapan (keburukan) watak dan jiwa-jiwanya ke arah bercahayanya ruh-ruh mereka.












KALBU
A. PENGERTIAN KALBU
Pengertian kalbu dalam kamus besar bahasa indonesia adalah pangkal perasaan batin, hati yg suci (murni); dan batin itu sendiri adalah sesuatu yg terdapat di dalam hati, sesuatu yg menyangkut jiwa (perasaan hati dsb) sedangkan nurani adalah perasaan hati yg murni yg sedalam-dalamnya.
menurut imam al-ghozali kolbumempunyai 2 arti yakni fi  sik dan metafisik. Qolbu dalam artian fisik berupa segumpal darah berbentuk lonjong terletak dala rongga dada sebelah kirisedangkan dalam artian metafisik dinyatakan sebagai karunia allah swt yang halus (lathifah), bersifat ruhaniyah dan ketuhanan (rabbaniyah), yang ada hubungannya jantung.
Dalam setiap tubuh manusia terdapat satu organ tubuh khusus  yang diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa . Namun kebanyakan manusia tidak menyadari pentingnya organ tubuh tersebut . organ tubuh tersebut merupakan bagian tubuh manusia yang berukuran kecil.Namun jika satu bagian tubuh ini rusak, maka rusaklah manusia itu.
Bagian tersebut adalah hati nurani atau yang dikenal dengan kalbu. Begitu pentingnya arti dari sebuah kalbu, sampai-sampai Rasulullah Muhammad SAW mengungkapkan lewat hadistnya,"Dalam tubuh setiap orang terdapat bagian yang terkecil yang disebut kalbu. Jika kalbunya rusak, maka rusaklah akhlak manusia itu. Namun, jika kalbunya baik, maka baiklah akhlak manusia itu".
Begitu pentingnya sebuah hati nurani atau kalbu itu hingga organ tubuh yang merupakan bagian dari tubuh kita itu menjadi 'tali' pengikat antara kita dan Tuhan yang Maha Esa .
B. PEMBAGIAN KALBU
Kalbu terbagi menadi 3, yaitu :
1)      Hati yang selamat
Adalah hati yang hanya dengannya manusia dapat dapat datang dan berjumpa dengan allah swt dengan selamat di hari kiamat.
Fiman allah swt:
يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالً وَلَا بَنُوْنَ (88) اِلَّا مَنْ اَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ (89)
“pada hari dimana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali manusia yang datang kepada allah denga hati yang selamat (sehat).”(Q.S ssyua’ro : 88-89)

2)      Hati yang mati
Adalah hati yang tidak mengenal allah, tidak beribadah kepada-nya dan tidak melaksanakan perinyah dan apapun yang di ridhoi-nya.
3)      Hati yang sakit
Adalah  hati yang hidup namun mengandung penyakit-penyakit. Hati semacam ini mengandung 2 unsur, antara lain :
·         Di satu pihak mengandung iman, ikhlas, tawakkal, mahbbah, dan sejenisnya. Yang membuatnya menjadi hidup.
·         Namun di pihak lain mengandung kecintaan / kecenderungaan kepada hawa nafsu, seoertu cinta akan kehidupan dunia, sombog, iri dan sebagainya. Yang mencelakakan dan membinasakan.
Dan dari kalbu juga kta dapat mengetahui kadar rasa takut kita kepada allah .
Beberpa cara untuk mengukur rasa takut kita kepada allah, yaitu :
  1. Rasa gemetar pada tubuh dan rasa tenang pada kulit dan hati ketika mendengar Al-Qur’an, sebagaimana Allah berfirman:
اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابًا مُتَشَابِهًا مَثَانِيَ تَقْشَعِرُّ مِنْهُ جُلُودُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ ثُمَّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ ذَلِكَ هُدَى اللَّهِ يَهْدِي بِهِ مَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَا
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu Al-Qur’an) yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan Kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya.” (QS. Az-Zumar: 23)
  1. Kekhusyu’an hati ketika berdzikir kepada Allah, sebagaimana Allah berfirman:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadiid: 16)
  1. Mendengarkan kebenaran dan tunduk terhadapnya, sebagaimana Allah berfirman:
وَلِيَعْلَمَ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَيُؤْمِنُوا بِهِ فَتُخْبِتَ لَهُ قُلُوبُهُمْ وَإِنَّ اللَّهَ لَهَادِ الَّذِينَ آمَنُوا إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman dan tunduk hati (kalbu) mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Hajj: 54)
  1. Selalu kembali bertobat kepada Allah, Sebagaimana Allah berfirman:
مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ
Yaitu orang yang takut kepada Tuhan yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati (kalbu) yang bertaubat.” (QS. Qaaf: 33)
  1. Ketenangan dan kewibawaan, sebagaimana Allah berfirman:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati (kalbu) orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Fath: 4)
  1. Berdebarnya kalbu karena cinta kaum mukminin, sebagaimana Allah berfirman:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10)
  1. Selamatnya hati dari iri dan dengki sebagaimana Allah berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imraan: 103)
           











AKAL
Akal adalah suatu peralatan rohania manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya. Jadi, akal bisa didefinisikan sebagai salah satu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk mengingat, menyimpulkan, menganalisis, menilai apakah sesuai benar atau salah.
Namun, karena kemampuan manusia dalam menyerap pengalaman dan pendidikan tidak sama. Maka tidak ada kemampuan akal antar manusia yang betul-betul sama.
A. PENGERTIAN AKAL
                Akal mempunyai beberapa pengertian diantaranya :
1)      Akal berasal dari bahasa arab 'aql yang secara bahasa berarti pengikatan dan pemahaman terhadap sesuatu. Pengertian lain dari akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan melihat cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan ingatan. Dengan akal, dapat melihat diri sendiri dalam hubungannya dengan lingkungan sekeliling, juga dapat mengembangkan konsepsi- konsepsi mengenai watak dan keadaan diri kita sendiri, serta melakukan tindakan berjaga-jaga terhadap rasa ketidakpastian yang ensesi hidup ini.
2)      Menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:“Kata akal, menahan, mengekang, menjaga dan semacamnya adalah lawan dari kata melepas, membiarkan, menelantarkan, dan semacamnya. Keduanya nampak pada jisim yang nampak untuk akal adalah menahan dan memegang erat ilmu, yang mengharuskan untuk mengikutinya. Karena inilah maka lafadz akal dimuthlakkan pada berakal dengan ilmu.”
3)      Menurut Syaikh Al Albani berkata: “Akal menurut asal bahasa adalah At Tarbiyyah yaitu sesuatu yang mengekang dari mengikatnya agar tidak lari kekanan dan kekiri. Dan tidak mungkin bagi orang yang berakal tersebut tidak lari ke kanan dan kiri kecuali jika dia mengikuti kitab dan sunnah dan mengikat dirinya dengan pemahaman salaf.”
4)      Menurut Al Imam Abul Qosim Al Ashbahany berkata: “Akal ada dua macam yaitu : Thabi’I dan diusahakan. Yang thabi’I adalah yang datang bersamaan dengan yang kelahiran, seperti kemampuan untuk menyusu, makan, tertawa, bilang senang, dan menangis bila tidak senang.
Akal juga bisa berarti jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, dan ikhtiar Akal juga mempunyai konotasi negatif sebagai alat untuk melakukan tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan.
Akal fikiran tidak hanya digunakan untuk sekedar makan, tidur, dan berkembang biak, tetapi akal juga mengajukan beberapa pertanyaan dasar tentang asal-usul, alam dan masa yang akan datang. Kemampuan berfikir mengantarkan pada suatu kesadaran tentang betapa tidak kekal dan betapa tidak pastinya kehidupan ini.
Freud membagi manusia menjadi tiga wilayah pokok, antara lain:
1.id, yang mempersamakan id dengan instink atau naluri
2.ego, yang merupakan akal fikiran
3.super ego, yakni adat kebiasaan sosial dan kaidah moral

Akal adalah lawan dari jahl (kebodohan atau kejahilan). Keduanya berlawanan dalam segala tahapnya : ontologis, epistemologis, dan aksiologisnya. Meski kejahilan mempunyai semacam eksistensi subyektif dan refleksif, tapi ia tidak memberi efek-efek obyektif dan aktual. Seperti halnya eksistensi warna dalam cahaya. Pada hakikatnya, warna tidak memiliki eksistensi obyektif di alam cahaya.
Secara fisis, foton-foton atau partikel-partikel terkecil cahaya yang dipancarkan dari suatu sumber memiliki energi yang berbeda- beda. Indera dan persepsi kita-lah yang menafsirkan beragam energi ini sebagai warna. Warna sebenarnya tidak eksis disamping cahaya. Akan tetapi, cahayalah satu-satunya yang secara obyektif eksis, sedangkan warna hanya memiliki semacam eksistensi subyektif di dunia cahaya.
Dalam bahasa filosofis, kejahilan adalah kekurangan -pada tingkat paling abstraknya adalah ketiadaan- pengetahuan. Ia hanya bisa menunjukkan arti kurang yang sedikitpun tidak memiliki kualitas ontologis (amr wujudy).
Kekurangan adalah ketiadaan sesuatu dan ketiadaan sesuatu itu tak lain adalah noneksistensi, 'adam atau nothingness.

Untuk mempermudah, saya akan berikan suatu contoh matematis di sini. Ambillah angka sepuluh. Sepuluh dikurangi satu sama dengan sembilan. Sembilan adalah angka yang kekurangan 1 (satu) untuk menjadi 10 (se-puluh). Karenanya, sah kalau saya mengatakan bahwa 9 (sembilan) itu kurang 1 (satu) dibanding 10 (sepuluh) sehingga angka satu tiada, kurang, noneksis, nonbeing, dan lain-lain pada angka 9 (sem-bilan) -bila dibanding dengan angka 10 (sepuluh). Namun, kalau kita membandingkan angka 9 (sembilan) dengan angka 8 (delapan), maka kita akan mendapatkan "kekayaan" yang luar biasa pada angka 9 (sembilan) dan ke-kurangan pada angka 8 (delapan) dan demikian seterusnya.
B. FUNGSI DAN KEDUDUKAN AKAL
a)      Fungsi Akal
Dalam hubungan dengan upaya memahami islam, akal memiliki fungsi yaitu sebagai berikut:
1.       Sebagai alat yang strategis untuk mengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rosul, dimana keduanya adalah sumber utama ajaran islam.
2.       Merupakan potensi dan modal yang melekat pada diri manusia untuk mengetahui maksud yang tercakup dalam pengertian Al-Qur’an dan Sunnah Rosul.
3.       Sebagai alat yang dapat menangkap pesan dan semangat Al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan acuan dalam mengatasi dan memecahkan persoalan umat manusia dalam bentuk ijtihat.
4.       Untuk menjabarkan pesan yang terkandung dalam Al-Quran dan Sunnah dalam kaitannya dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, untuk mengelola dan memakmurkan bumi dan seisinya.
5.      Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.
6.      Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
7.      Sebagai Alat penemu solusi ketika permasalahan datang.
Namun demikian, bagaimana pun hasil akhir pencapaian akal tetaplah relatif dan tentatif. Untuk itu, diperlukan adanya koreksi, perubahan dan penyempurnaan terus-menerus.
b)     Kedudukan Akal
       Kedudukan Akal Dalam Syari'at Islam.
Syari'at Islam memberikan nilai dan urgensi yang amat penting dan tinggi terhadap akal manusia. Itu dapat dilihat dari point-point berikut:
1.      Allah subhanahu wa'ta'ala hanya menyampaikan kalam-Nya (firman-Nya) kepada orang-orang yang berakal, karena hanya mereka yang dapat memahami agama dan syari'at-Nya. Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَىٰ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya:
"Dan kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan (Kami tambahkan) kepada mereka sebanyak mereka pula sebagai rohmat dari kami dan pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran". (QS. Shaad : 43).
2.      Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia untuk mendapat taklif (beban kewajiban) dari Allah subhanahu wa'ta'ala. Hukum-hukum syari'at tidak berlaku bagi mereka yang tidak mempunyai akal. Dan diantaranya yang tidak menerima taklif itu adalah orang gila karena kehilangan akalnya. Rosululloh sholallohu 'alaihi wa sallama bersabda:
"رُفِعَ القَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ وَمِنْهَا : الجُنُوْنُ حَتَّى يَفِيْقَ"
Artinya :
"Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat (dibebaskan) dari tiga golongan, diantaranya: orang gila samapai dia kembali sadar (berakal)". (HR. Abu Daud dan Nasa'i).
3.      Allah subhanahu wa'ta'ala mencela orang yang tidak menggunakan akalnya. Misalnya celaan Alloh subhanahu wa'ta'ala terhadap ahli neraka yang tidak menggunakan akalnya:
Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
وَقَالُوا لَوْ كُنَّا نَسْمَعُ أَوْ نَعْقِلُ مَا كُنَّا فِي أَصْحَابِ السَّعِيرِ
Artinya :
"Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala". (QS.  Al Mulk: 10)
Dan Allah subhanahu wa'ta'ala mencela orang-orang yang tidak mengikuti syari'at dan petunjuk Nabi-Nya. Sebagaimana Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمُ اتَّبِعُوا مَا أَنْزَلَ اللَّهُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِعُ مَا أَلْفَيْنَا عَلَيْهِ آبَاءَنَا ۗ أَوَلَوْ كَانَ آبَاؤُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ شَيْئًا وَلَا يَهْتَدُونَ﴿١٧٠﴾
Artinya :
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah merek    a akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (QS.Al Baqarah : 170).
4.       Penyebutan begitu banyak proses dan aktivitas kepemikiran dalam Al-Qur'an, seperti tadabbur, tafakkur, ta'aquul dan lainnya. Seperti kalimat "La'allakum tatafakkarun" (mudah-mudahan kalian berfikir) atau "Afalaa Ta'qiluun" (apakah kalian tidak berakal), atau "Afalaa Yatadabbarunal Qur'an" (apakah mereka tidak merenungi isi kandungan Al-Qur'an) dan lainnya.
5.      Al-Qur'an banyak menggunakan penalaran rasional. Misalnya ayat-ayat berikut ini:

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya". (QS. An Nisaa' : 82)

"Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Alloh yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan". (QS. Al Anbiyaa' : 22 )
"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?". (QS. Ath Thuur : 35 ).
6.       Islam mencela taqlid yang membatasi dan melumpuhkan fingsi akal.
Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
"Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apaka     h mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?". (QS. Al Baqarah : 170)
Islam memuji orang-orang yang menggunakan akalnya dalam memahami dan mengikuti kebenaran.
Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللَّهِ لَهُمُ الْبُشْرَىٰ ۚ فَبَشِّرْ عِبَادِ﴿١٧﴾الَّذِينَ يَسْتَمِعُونَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُونَ أَحْسَنَهُ ۚ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ هَدَاهُمُ اللَّهُ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمْ أُولُو الْأَلْبَابِ﴿١٨﴾
Artinya:
"Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah- nya dan kembali kepada Alloh, bagi mereka berita gem bira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba- hamba-Ku. Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Alloh petunjuk dan mereka Itulah orang-orang yang mempunyai akal". (QS. Az Zumar : 17-18).
Allah subhanahu wa'ta'ala menggunakan ayat kauniyah untuk membuktikaan adanya pencipta ayat kauniyah tersebut. Dan itu merupakan suatu proses berfikir (menggunakan akal) yang dibutuhkan untuk mengetahui adanya hubungan antara alam dan pencipta alam.
Allah subhanahu wa'ta'ala berfirman:
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ﴿٣﴾ثُمَّ ارْجِعِ الْبَصَرَ كَرَّتَيْنِ يَنْقَلِبْ إِلَيْكَ الْبَصَرُ خَاسِئًا وَهُوَ حَسِيرٌ﴿٤﴾
Artinya:
"Yang Telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka Lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?. Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itupun dalam keadaan payah". (QS. Al Mulk [67]: 3-4)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar